Istriku Selingkuh Dengan Lesbian

Diposting oleh Cerita Dewasa on Selasa, 01 Mei 2012

Pernikahanku dengan perempuan belia bernama Sulis (bukan nama sebenarnya) memang tidak melalui masa pacaran.
 
Hanya berselang waktu tiga bulan setelah kami bertemu, kami memutuskan untuk menikah. Sebenarnya desakan menikah dilontarkan Sulis, ia beralasan ia tak ingin terlalu lama berpacaran, karena khawatir kami akan melakukan hal-hal yang membuat kami melakukan kesalahan dan dosa.
Saat itu aku bersyukur, perempuan yang aku baru kenal itu ternyata memiliki akhlak yang demikian baik. Kebetulan aku dan keluargaku merupakan keluarga yang sangat kuat dalam hal beribadah. Orang tuaku sering menasehatiku agar mencari calon istri yang memiliki akhlak dan prilaku yang agamais. Dan hal itulah yang membuat aku tak ragu untuk melamar dan menikahi Sulis.

Singkat cerita, resepsi pernikahanpun digelar dengan sangat meriah, keluargaku memang sangat mendukung keputusan yang aku ambil, itulah sebabnya mereka mau mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk pernikahanku ini. kami semua berbahagia hari itu, kebahagiaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, memiliki seorang istri yang cantik dan juga memiliki budi pekerti yag baik.
Malam pertama kami lalui dengan mengistirahatkan tubuh kami yang lelah setelah seharian kami hanya duduk dan bangun menerima ucapan selamat dari keluarga maupun dari rekan-rekan kami. Ditambah Sulis tak begitu merespon ketika aku berbasa-basi mengajaknya bercinta. Kupikir sebagai hal yang wajar bila ia belum mau memenuhi kewajiban barunya, mungkin ia masih merasa lelah atau sedikit takut dalam menghadapi malam pertama itu.

Begitupun esok malamnya, Sulis masih belum mau melayani keinginganku, baru pada malam ketiga ia mau melayaniku. Malam itu aku merasakan kebahagiaan sekaligus sedikit rasa heran yang mengganjal di lubuk hatiku. Bahagia karena aku mendapatkan perempuan yang benar-benar masih perawan, heran karena aku tak merasakan respon dari Sulis, seperti yang pernah diceritakan teman-temanku saat menghadapi malam pertama.

Malam itu Sulis memang terkesan begitu ‘dingin’ terhadap apa yang kulakukan, ia hanya sekali mengeluh karena merasa sakit dibagian alat vitalnya, selebihnya ia hanya diam seperti patung, tanpa pelukan kencang, desahan panjang, apalagi bisikan-bisikan mesra yang biasa dilakukan perempuan saat sedang melayani suaminya di tempat tidur.

Sebenarnya aku tak terlalu menyesalkan atau mempermasalahkan hal itu, jika saja hari-hari selanjutnya Sulis tak menampakan prilaku yang sangat jauh berbeda ketika saat aku pertama kali mengenalnya. Ia sepertinya tak menganggap aku sebagai suaminya, dari mulai makan, menyiapkan pakaian, pokoknya kewajiban sebagai istri tak pernah ia lakukan. Padahal segala tuntutannya semua aku penuhi, termasuk memberinya uang belanja sebesar duaratus ribu per hari.

Begitupun saat keluargaku mengadakan acara pengajian yang setiap minggu kami gelar, ia tak pernah mau turut serta. Sulis lebih senang berada di kamar atau keluar bersama seorang teman perempuan yang memang sudah lama ia kenal, sebut saja namanya Dema (buakan nama sebenarnya). Bahkan beberapa kali aku mendapati pintu kamar terkunci dari dalam, sementara di dalam kamar Sulis sedang asyik bersenda gurau bersama Dema, entah apa yang sedang mereka lakukan di dalam.
Keadaan itu, semakin hari semakin mengganggu aktifitas keluarga besarku, maklumlah mereka memang tak terbiasa dengan hal itu, apalagi kami memang tinggal di rumah yang sangat besar dan luas yang dihuni oleh beberapa orang keluarga, hingga jika ada suatu persoalan mereka akan tahu semua dan tak bisa ditutup-tutupi.

Aku memang diberi kesempatan untuk menyelesaikan persoalan rumah tanggaku sendiri, namun pada akhirnya saat aku tak bisa mengatasinya, keluargaku akhirnya memanggil kami untuk menjelaskan keadaan yangs sebenarnya. Saat itu baru terungkap bahwa pernikahan yang diajukan Sulis bukanlah atas dasar cinta, melainkan tuntunan ekonomi yang menderanya. Saat itu aku tak bisa berkata-kata, hanya desahan nafas panjang yang terus menerus kulakukan. Sebenarnya aku tak mempermasalahkan alasannya saat itu, kalau saja aku tak memergoki Sulis yang tengah bergumul bersama Dema dengan tubuh telanjang.

Pada hari itu aku memang sengaja pulang lebih cepat karena aku berniat mengajak Sulis untuk menghadiri undangan dari kerabatku yang tengah mengadakan acara halal-bihalal. Saat sampai dirumah aku tak mendapati Sulis Yang biasanya sedang Menonton televisi diruangan depan, sementara pintu kamar kulihat tertutup rapat. Saat aku masuk, betapa terkejutnya aku ketika menyaksikan pemandangan aneh antara Sulis dan Dema yang tengah bergumul tanpa pakaian sehelaipun.

Ketika itu aku tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa mematung dan menyebut nama Tuhan. Keesokan harinya aku baru bisa mengambil keputusan dan menyerahkan semuanya pada Sulis, meninggalkan rumah dan bercerai, atau tetap bersamaku dengan syarat ia mau mengikuti apa yang diajarkan agama dan meninggalkan teman lesbinya. Sampai saat ini aku belum mendapatkan keputusan darinya, namun ia sudah tidak tinggal lagi di rumahku, entah ia tinggal dimana.

[sumber]

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar